Minggu, 09 Juli 2017

The Power of “Yaudah”

Yaudah, sebuah kata yang kalau di artikan kedalam bahasa thailand berarti youwis. “youwis”, kalau diartikan dalam bahasa vietnam artinya yaudah. Yaudah, sebuah kata yang diartikan oleh KBBI sebagai ..... Dan ternyata KBBI memang tidak mendefinisikan kata “yaudah”. Kalau begitu saya akan menalar dengan menggunakan ilmu kesotoyan yang teruji ketidak akuratanya. Yaudah berasal dari kata “ya” dan “udah”. “ya” berarti sebuah ungkapan untuk menyatakan setuju, dan “udah” berarti selesai. Jadi yaudah dapat di artikan sebagai sebuah sikap setuju bahwa semua permasalahan yang terjadi di dunia ini dianggap selesai. Sampai sini paham ? oke lanjut.
Kebanyakan orang tau kata “yaudah”, tapi susah untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi mengatakan kata “yaudah” dengan penuh ke ikhlasan, hm, sepertinya sulit. Misal sebuah contoh, ada sebuah hubungan perpacaran yang rumit, yang hubunganya sudah tidak bisa ditolong karena si cowok numpang tidur di rumah mantanya. Lalu si cewek tau dan si cewek minta putus, lalu si cowok bilang,
“hah? Putus ?”
 “salahku apa ?”
“masak cuman gara-gara aku nginep di rumah mantan, kamu minta putus sih ?”
“kekanak-kanakan banget sih ?”
Pasti cowok selalu melakukan pembelaan, melakukan pembenaran yang dipaksakan dan selalu mencoba untuk mempertahankan sebuah hubungan padahal memang kesalahan fatal. Jarang ditemukan cowok yang kalau ceweknya minta putus langsung dijawab dengan simpel oleh si cowok “yaudah”. Lalu pergi dengan tenangnya. Mungkin terlihat aneh. Tapi memang begitu cara kerjanya. Hasil perenungan saya selama beberapa detik yang lalu, bahwa segala sesuatu kita sikapi dengan “yaudah” akan menimbulkan perasaan tenang dan keikhlasan tak terbatas. Saya menyebutnya level ikhlas tingkat strata 1.
Contoh lain, apabila kita suka terhadap perempuan, kita menawarkan hati, lalu di tolak, kita hanya perlu menggunkan kata “yaudah”. Lalu pergi dengan tenang. Simpel. Sambil berfikir ,”oh, yaudah, mungkin dicoba lain kesempatan bisa diterima, atau dicoba ke perempuan lain mungkin juga di terima". Kata “yaudah” membuat kita anti sakit hati. Membuat kita menjadi siap tentang hal-hal yang akan terjadi di dunia ini walaupun itu hal yang tak terduga sekalipun. Kita harus pandai mengolah kata “yaudah” lalu memberi argumen yang relevan agar bisa lebih menenangkan hati.
Contoh lain, semisal tidak diterima di SNMPTN. Kamu memiliki dua opsi untuk menyikapi hal tersebut. Kecewa lalu sedih berlarut-larut, atau bilang “yaudah” sambil mencari argumen penenang. Kalau saya akan menerapkan opsi kedua sambil ber argumen dalam hati “oh yaudah, kan masih ada seleksi mandiri. Kalau seleksi mandiri nggak diterima, toh masih ada tahun depan”. Memang seperti itu cara kerjanya. “Yaudah” membuat hati kita semakin kuat karena benturan rasa kecewa berkali-kali. Sehingga bila kita kembali menghadapi kekecewaan, kita sudah siap untuk menghibur diri kita sendiri dengan argumen yang kita ciptakan sendiri. Seperti filsuf asal sedayu pernah bilang, bahwa kecewa adalah hasil dari harapan yang terlalu tinggi. Maka dari itu, turunkanlah harapan serendah mungkin, jangan terlalu banyak berharap, agar rasa kecewa males menghinggapi hatimu, dan buat Tuhan menjadi males mengujimu. Karena kamu terlalu ikhlas dalam menghadapi segala cobaan yang Tuhan berikan ke kamu. Karena Tuhan yakin jika cobaan diberikan ke kamu, maku kamu akan menghadapinya dengan santai dan tenang sambil bilang “ yaudah, hadapi saja, toh nanti juga bakal berakhir, kalau nggak berakhir pun paling nanti kita juga terbiasa”. Sungguh ketabahan yang sangar.
Sepertinya segala kegelisahan hidup bisa diselesaikan dengan kata “yaudah”. Segala pertanyaan hidup dapat diselesaikan dengan kata “yaudah”.  “Eh, kamu umur segini kok belum punya pacar sih ?”, (yaudahlah nggak papa, dari pada punya pacar tapi nggak nikah-nikah). Atau pertanyaan lain, “eh, kamu pacaran udah lama banget tapi kok nggak nikah-nikah sih ?” (yaudahlah nggak papa, kan nikah itu sunah menurut islam, jadi nggak wajib.). “eh udah nikah kok belum punya anak sih ?”, ( yaudahlah nggak papa, kan nikah nggak harus punya anak, bisa beli, ngadopsi bisa). Memang seperti itu cara kerjanya, memang seperti itu jawabanya. Saya percaya dengan pepatah bahwa semua pertanyaan pasti punya jawaban.
Ada ibu-ibu telfon ke suaminya bahwa motornya hilang, lalu bapaknya bilang “yaudah besok beli lagi”. Its simpel. Nggak perlu panik , nggak perlu marah , toh panik dan marah pun nggak akan membuat motornya balik lagi. Seolah-olah seluruh permasalahan di dunia ini akan selesai dengan satu kata ajaib, “yaudah”. Nanti kalau segala sesuatu di “yaudahin”, kita masuk neraka gimana ? “yaudah, tinggal masuk aja, kita tunggu sampai masuk surga”. Heh ! rumah kita kebakaran ! “yaudah, tunggu apinya sampai padam, nanti juga padam, itu lagi disrempot air sama pemadam kebakaran”. Nanti kita tinggal dimana ?. “yaudah, sementara kita tinggal dimasjid dulu, lalu kerja, lalu beli rumah lagi”. Ternyata kata yaudah bisa menenangkan segala jenis kejadian. Segala hal yang biasanya disikapi dengan panik selalu bisa menjadi lebih tenang kalau disikapi dengan yaudah. Bahkan kematian pun jika disikapi dengan yaudah akan lebih menenangkan dibanding dengan sebuah hal yang mengerikan seperti para pendakwah bilang.
"Kalau sakit, nanti  gimana ?" yaudah biar disembuhin dokter, kalau sembuh ya hidup, kalau enggak ya mati. "Kalau mati nanti gimana ?" yaudah, tinggal dikubur, pasti ada yang nguburin. "Kalau nggak ada yang nguburin ? kalau nggak punya keluarga dan teman dekat ?" yaudah nggak usah dikubur, toh nggak dikubur juga nggak papa. Cicak mati gepeng di engsel pintu aja nggak ada yang nguburin sampai berbentuk fosil.
 Simpel.
Sebenarnya hidup ini adalah sebuah kesimpelan belaka. Kepanikan dan imajinasi lah yang membuat segala sesuatu menjadi mengerikan dan menyeramkan. Kita terjebak dalam situasi “kalau nanti kayak gini gimana”, “kalau nanti gini gimana”, “ kalau nanti begitu gimana” ya begitu.  Alangkah baiknya kita ubah kegelisahan itu dengan siap menerima apapun resiko dengan bilang :

“yaudah”

 Kalau tulisan ini nggak ada yang mbaca gimana ? “yaudah nggak papa. Kan masih bisa saya baca sendiri”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar