Kamis, 15 Juni 2017

Coklat ?

17.31.
Waktu indonesia bagian barat. Masjid Al-Amin mulai mengumandangkan adzanya, lalu saut-bersaut masjid yang lain mulai mengikuti ritme yang al-amin mainkan. Hari ini bulan puasa , semua bergegas mencari minum, semua bergegas mencari makan, segelintir bergegas mengambil air wudhu.
Aku ?
Aku masih tidur. Aku masih tidur dengan bodohnya, sedangkan yang lain mulai menyantap makan untuk berbuka. 18.01, waktu indonesia bagian barat, keadaan membingungkan. Kamar gelap, ruang tamu gelap, jalanan gelap. Erin dan bapak buka puasa di masjid. Ibu buka bersama di kantor. aku sendirian. Di rumah. Bingung mau buka puasa atau enggak. ku iseng teguk air putih, ternyata sangat mengenyangkan. Sambil berjalan kunyalakan lampu jalan, lampu di dalam rumah, lampu serambi depan, serambi kanan, serambi kiri, bilik kanan, bilik kiri , atrium kanan dan atrium kiri. Mungkin buka puasa seperti ini sudah sering terjadi , cuman kalian aja yang kurang tau.
Lalu aku nyalakan motor, aku kancing pintu, lalu ku pergi kesebuah tempat yang warga sekitar menyebutnya ANGKRINGAN.
“Baang, es teh enak satu”
Abang yang suka membisu itu tidak menggubris dan langsung membuatkan teh dengan es batu di dalamnya. Aku ambil nasi satu , gorengan satu , sambil menunggu es teh yang belum jadi. Rencana hari ini, aku akan menangkap 2 bungkus nasi kucing berwarna coklat, 3 gorengan tempe berwarna coklat dan satu gelas es teh berwarna coklat. Semua masih normal di nasi kucing pertama. Lalu si gadis berbaju coklat datang dengan auranya yang merusak suasana makan.
3 gadis dari puskesmas bercanda ceria berjalan dari sebelah timur ke sebelah barat dengan kecepatan kira-kira 2 km/jam. Sambil mengudak-ngudak gula yang belum larut sempurna, aku sedang meyakinkan diriku sendiri tentang apa yang terlihat. Astaga, saya kenal anak ini. Anak berbaju coklat, yang sekitar 15 caturwulan yang lalu masih memakai baju putih abu-abu, yang pernah kubelikan es krim magnum rasa coklat yang mahal itu. 90% saya meyakini dia tak melihat sosok ku. Dan memang itu yang ku harapkan. Mana mungkin aku berani menampakan diri dengan wajah tangi turu, baju kusut, belum mandi, mata lebam, ongap-angop, menyapai si coklat itu. Segala pertempuran hati mulai muncul dan mulai membuat suasana makan menjadi tidak enak. Rencana 2 nasi 3 gorengan pun gagal dan akhirnya aku pun sesegera mungkin menghabiskan es teh enak. Sedikit saya dengarkan obrolan mereka bertiga yang notabene atlet andalan di dalam puskesmas. Ternyata aku baru ngeh ternyata itu adalah acara buka puasa bersama puskesmas yang dekat angkringan kesukaanku. Aku, seorang laki-laki yang berbuka puasa di angkringan, mulai merasa malu untuk menyapa mbak bidan yang berbaju coklat itu. Halo yang memakai baju coklat, apakah kamu kenal aku ?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar