17.31.
Waktu indonesia bagian barat. Masjid Al-Amin mulai
mengumandangkan adzanya, lalu saut-bersaut masjid yang lain mulai mengikuti
ritme yang al-amin mainkan. Hari ini bulan puasa , semua bergegas mencari
minum, semua bergegas mencari makan, segelintir bergegas mengambil air wudhu.
Aku ?
Aku masih tidur. Aku masih tidur dengan bodohnya,
sedangkan yang lain mulai menyantap makan untuk berbuka. 18.01, waktu indonesia
bagian barat, keadaan membingungkan. Kamar gelap, ruang tamu gelap, jalanan
gelap. Erin dan bapak buka puasa di masjid. Ibu buka bersama di kantor. aku sendirian.
Di rumah. Bingung mau buka puasa atau enggak. ku iseng teguk air putih,
ternyata sangat mengenyangkan. Sambil berjalan kunyalakan lampu jalan, lampu di
dalam rumah, lampu serambi depan, serambi kanan, serambi kiri, bilik kanan,
bilik kiri , atrium kanan dan atrium kiri. Mungkin buka puasa seperti ini sudah
sering terjadi , cuman kalian aja yang kurang tau.
Lalu aku nyalakan motor, aku kancing pintu, lalu ku pergi
kesebuah tempat yang warga sekitar menyebutnya ANGKRINGAN.
“Baang, es teh enak satu”
Abang yang suka membisu itu tidak menggubris dan langsung
membuatkan teh dengan es batu di dalamnya. Aku ambil nasi satu , gorengan satu
, sambil menunggu es teh yang belum jadi. Rencana hari ini, aku akan menangkap
2 bungkus nasi kucing berwarna coklat, 3 gorengan tempe berwarna coklat dan
satu gelas es teh berwarna coklat. Semua masih normal di nasi kucing pertama. Lalu
si gadis berbaju coklat datang dengan auranya yang merusak suasana makan.
3 gadis dari puskesmas bercanda ceria berjalan dari
sebelah timur ke sebelah barat dengan kecepatan kira-kira 2 km/jam. Sambil mengudak-ngudak
gula yang belum larut sempurna, aku sedang meyakinkan diriku sendiri tentang
apa yang terlihat. Astaga, saya kenal anak ini. Anak berbaju coklat, yang sekitar
15 caturwulan yang lalu masih memakai baju putih abu-abu, yang pernah kubelikan
es krim magnum rasa coklat yang mahal itu. 90% saya meyakini dia tak melihat
sosok ku. Dan memang itu yang ku harapkan. Mana mungkin aku berani menampakan
diri dengan wajah tangi turu, baju kusut, belum mandi, mata lebam, ongap-angop,
menyapai si coklat itu. Segala pertempuran hati mulai muncul dan mulai membuat
suasana makan menjadi tidak enak. Rencana 2 nasi 3 gorengan pun gagal dan
akhirnya aku pun sesegera mungkin menghabiskan es teh enak. Sedikit saya
dengarkan obrolan mereka bertiga yang notabene atlet andalan di dalam
puskesmas. Ternyata aku baru ngeh ternyata itu adalah acara buka puasa bersama
puskesmas yang dekat angkringan kesukaanku. Aku, seorang laki-laki yang berbuka
puasa di angkringan, mulai merasa malu untuk menyapa mbak bidan yang berbaju
coklat itu. Halo yang memakai baju coklat, apakah kamu kenal aku ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar