Rabu, 08 Agustus 2018

Kuliah Umum Dosen Sapi


Beberapa hari menjelang hari pembantaian kambing dan sapi secara besar-besaran, saya pun berusaha mewawancarai sapi yang tanggal kematiannya sudah ditentukan oleh manusia.
Hay sapi, apa kabar ?
moooooooh
Bagaimana perasaan anda menjelang hari kematian anda ?
emoooooooh
Ayolah jangan emoh-emoh terus. Beri saya penjelasan yang detail mengenai perasaan anda saat ini.
Lalu sapi pun  memulai perkuliahan hari ini dengan pertanyaan,
pernah nggak sih kalian hidup hanya untuk mati ?sepersekian detik saya merenung.
Ditengah renungan saya, dia kembali menghentak dengan pertanyaan kedua,
pernah nggak sih kalian membayangkan perasaan saya sebagai suami, melihat susu bojo saya di remas-remas oleh laki-laki lain ?
Saya kembali merenung. Sialan. Kenapa saya jadi merasa bersalah begini.
Sesungguhnya setiap hari kalian telah meminum susu bojoku, kalian telah melakukan sexual harassment kepada bojoku, tapi kami tidak pernah mengadu kepada siapapun. Jika itu di pidanakan, kalian sudah pasti terkena pasal pelecehan seksual dengan hukuman seumur hidup karena melakukanya secara ber ulang-ulang. Itu dosa kalian yang pertama. Dosa kalian yang kedua, kalian membunuh bapak ibu sapi tanpa memikirkan perkembangan psikologi anak sapi. Semua sapi di dunia ini adalah yatim piatu, hidup tanpa bimbingan orang tua, tapi mereka tidak pernah keluar malam, melakukan klitih dan tidak pernah mabok-mabokan. Padahal mereka bisa saja mengonsumsi jamur di tai nya sendiri untuk merasakan sensasi nge-fly, tapi tidak dia lakukan karena mereka tau apapun yang memabukan adalah haram. Apakah kalian pernah berfikir sampai sejauh itu tentang sapi ?
Saya tidak bisa menyanggah argument sapi yang memiliki kebenaran mutlak tersebut. Oke dosen sapi, anda benar-benar membuka cakrawala saya. kini wawasan saya jauh lebih terbuka setelah mendengar pendapat anda.
Pertanyaan saya yang berikutnya, bagaimana anda bisa hidup tanpa HP, tanpa paketan, dan tanpa pakaian ? lalu apa yang anda rasakan  menjadi sapi Idul Adha ?

saya bisa hidup puluhan tahun tanpa hal-hal tersebut. Menurut saya hal-hal tersebut tidak penting. Coba lihatlah kakek nenek kalian, mereka tetap bisa bertahan hidup tanpa HP dan koneksi internet. Yang membedakan hanyalah mereka pakai pakaian dan saya tidak memakai pakaian. Tak masalah orang-orang melihat tubuh saya telanjang di dalam kandang. Berlumuran tanah, berlumuran debu, asal masih bisa berdiri dan masih bisa mengunyah makanan yang disediakan, semua akan tetap baik-baik saja.
Sejujurnya saya tidak punya agama, karena saya dibesarkan tanpa ayah dan ibu, karena mereka selalu disembelih terlebih dahulu sebelum saya menginjak usia dewasa, saya tidak solat, saya tidak ke gereja, saya tidak ke kuil, dan saya tidak pernah beribadah. Tapi saya percaya dengan Tuhan. Saya tidak pernah menghina Tuhan, saya selalu berterimakasih kepada Tuhan karena memberikan tubuh yang sempurna, tak kedinginan jika malam hari, dan tak kepanasan jika siang hari. Saya tak pernah bingung besok di sembelih atau tidak, besok masih hidup atau mati, saya tidak pernah menanyakan hal itu ke Tuhan. Tuhan sudah mengatur jalan hidup setiap-setiap makhluknya.
Saya heran kenapa masih ada makhluk yang bunuh diri, khususnya manusia, padahal tinggal di tunggu pun kita juga bakalan mati. Hidup hanyalah tentang menunggu antrian mati, kenapa sih harus menyerobot antrian dengan cara bunuh diri. Mungkin orang-orang yang nyerobot antrian mati lewat bunuh diri ini semasa hidup di dunia juga suka nyerobot antrian di atm, di pom bensin, dan antrian-antrian yang lain. Saya pun siap mati kapan saja, dimana saja, tapi bukan dengan cara menyerobot antrian lewat bunuh diri, tapi lebih ke menyerahkan diri, seperti Gold.D.Roger.
Ada sapi yang menjadi sapi perah, ada yang menjadi sapi pembajak sawah, dan sapi khusus idul Adha seperti saya ini. Begitupun manusia, ada yang menjadi presiden, ada yang menjadi dokter, ada yang menjadi guru, ada yang menjadi artis. Jika sudah banyak makhluk yang seperti itu, biarlah saya tetap menjadi sapi idul Adha seperti ini. Bukan soal tampil beda, tapi agar keseimbangan peran tetap terjaga. Kalau semua sapi di dunia ini ingin menjadi sapi peliharaan yang disayang-sayang, lalu siapa yang berperan menjadi sapi idul Adha untuk di sembelih ? bukankah itu peran yang harus saya jalankan ?” 
Sialan. 2-0. argument sapi yang kedua ini juga memiliki kebenaran absolut. Tidak bisa saya sanggah. Benar-benar pengalaman yang berharga bisa ngobrol secara langsung dengan sapi idul Adha.
Pertanyaan saya yang terakhir untuk dosen sapi, dan mungkin ini yang paling penting, adakah pesan yang ingin  anda sampaiakan kepada sapi lain atau kepada manusia ?
Untuk para sapi-sapi pemberani yang tak pernah takut mati, walau golok raksasa mengancamu sewaktu-waktu. kita adalah golongan sapi-sapi yang sudah dijamin masuk surga. jangan bersedih hati karena kehidupan di dunia hanyalah sementara, kehidupan di surga kekal. semoga di surga kita bisa menyembelih manusia sesuka hati. Wahai manusia, Sesuap daging sapi tak terlalu beresiko, itu tak berbahaya. Takut meninggal karena darah tinggi ? alah, omong kosong. Andai setiap idul adha kalian melewati ancaman pembunuhan, kau akan merasakan apa yang kami rasakan. Kami pun berkeluarga, beranak pinak dan sejahtera. Kami harus melahirkan anak sapi dari perut ibu yang bergizi. Agar kelak bisa menjadi sapi yang gagah berani, syukur-syukur bisa kuliah di luar negeri.
Kenapa kau bisa semudah itu membunuh keluarga kami ? apa kau Tuhan ? bisa semena-mena berkehendak menentukan siapa yang akan mati hari ini. waktu bayi naluri membunuhmu masih tumpul. Semakin dewasa kau di ajarkan menjadi pembunuh yang ulung. Seolah-olah tindakan pembunuhan sapi adalah hal yang wajar. Setelah kau bunuh pun, terkadang masih sering kau patahkan buntut kami untuk kau jadikan sop.
Sejujurnya, kami tidak takut. Kami adalah pemberani, hari Minggu kau jadikan ayahku tongseng, Seninnya kau jadikan ibuku gule . Hari Selasa ku tantang kau sendiri. Tanpa ayah, tanpa ibu. Akhirnya hari Selasa aku pun menjadi sate. Mati dengan gagah berani, mati di telapak tangan sang tukang jagal. Sambil di iringi kalimat takbir. Walau besok hari selasa aku akan mati, teman-temanku akan selalu hadir kembali, selalu ada, selalu nyata, dan berlipat ganda.
Lebih baik mati dibunuh manusia daripada mati dibunuh teman sendiri. Kami sesama sapi memiliki jiwa peri kesapian, sesama sapi tak akan pernah salling membunuh. Kalau manusia ? ah memang luar biasa makhluk yang satu ini. jangankan sapi, semua hewan aja dibunuh. Belum pernah kulihat ayam membunuh ayam, kambing membunuh kambing, sapi  membunuh sapi."

"Kalau manusia membunuh manusia ?"







x

Sabtu, 04 Agustus 2018

Bantul Ndung (3)

Dingin masih menyengat. Saya pandangi gedung sekolah pasca sarjana universitas pendidikan indonesia. Gedung dengan 6 lantai dan serambi yang sangat luas. Berlahan saya masuki gedung tersebut. Saya melihat lift di bagian tengah ruang lantai 1. tanpa berfikir panjang saya langsung menaikinya. Setelah sampai di lantai 5, orang-orang pun melihat saya dengan tatapan sinis. What wtong man ? . saya tidak peduli.

Akhirnya masa orientasi di mulai. Pundi-pundi pertemanan mulai bertambah satu-persatu. Rektor pun memberi sambutan yang cukup bagus di orientasi tersebut. Ternyata orang-orang yang bisa masuk ke gedung ini bukan orang sembarangan. Dan saya termasuk salah satunya. Walaupun saya merasa saya adalah orang sembarangan. dari ribuan pendaftar, hanya 21 mahasiswa yang diterima di prodi saya. Wow !

saya bertemu dengan rifky, local hero UPI. mahasiswa asli UPI, setelah lambat laun bercerita, akhirnya dia menceritakan tentang hukum tidak tertulis yang menyatakan bahwa naik lift bagi mahasiswa olahraga adalah hal yang memalukan. jika memang itu terjadi, akan ada sanksi sosial berupa pandangan sinis dari khalayak sekitar. oke, terjawab sudah kenapa tadi saya dipandang sinis oleh beberapa orang.

Lalu saya pun bertemu dengan sosok bernama akbar. Dia berasal dari aceh. Dia menceritakan tentang segala ke acehan nya yang membuat saya geli. Tentang bioskop yang di bedakan antara kaum laki-laki dan perempuan, tentang konser yang tidak boleh di selenggarakan malam hari, sudah di selenggarakan siang hari, masih di pisah pula antara laki-laki dan perempuan. Tentang ganja yang begitu banyak, tentang tsunami yang pernah menghantam aceh beberapa tahun silam.

Yang paling menggelikan adalah tentang kolam renang di aceh. Perempuan harus tetap menggunakan krudung dan leging yang menutup seluruh tubuhnya. Leging pun belum cukup untuk menutupi aurat, masih ditambahi rok, begitu katanya. tapi bukan itu puncak geli nya. di aceh, jika ada event nasonal seperti popnas ataupun pon, yang paling banyak penontonya bukan cabang olahraga sepak bola ataupun bola voli, tapi renang. Ada apa gerangan ? ternyata penonton hanya ingin melihat wanita menggunakan pakaian renang secara legal dan sah. Mungkin atlet dari aceh memang masih menggunakan hijab, tapi penonton fokus melihat atlet-atlet yang berasal dari luar aceh. Sialan-sialan. Dia juga menceritakan biaya ke thailand dan biaya ke malaysia jauh lebih murah dari biaya ke jakarta. Bagi dia, jalan-jalan ke luar negeri adalah hal yang mudah. Jalan-jalan ke pulau jawa adalah hal yang susah.

Itu hanya tentang dia yang berasal dari bandung dan aceh. Lainya yang juga berasal dari luar jawa belum saya tanyain. Tunggu aja.

Bersambung…

Kamis, 02 Agustus 2018

Bantul Ndung (2)

Bantul ndung. Tenang saja. Hidup hanyalah tentang cara menyikapi suasana ke suasana tanpa harus kehilangan semangat. Setelah kamar samping kanan sudah saya ajak kenalan, giliran kamar samping kiri yang saya ajak kenalan.

 Perkenalkan a’, Fauzan dari Jogja.
“ Oh Pauzan dari Jogja ? iya, iya salam kenal.”
Fauzan a’, bukan pauzan.
 “Iya pauzan kan ?”
. Fauzan, pakai F. bukan pakai P.
 “iya pakai F, Pauzan kan ?.”
Coba a’ ikuti pelan-pelan. F. “iya F”. A. “iya A”. U. “iya U”. Z “iya jet”, Zet a’ bukan jet. “iya jet”. ( terserah elu deh a’). A. “iya A”, N. “iya N”.
Jadi F-A-U-Z-A-N !
“iya, P-A-U-J-A-N kan ?!”

Terseraaaaah, terseraaaaah oh terseraaaaah. Capek aing euy. “Pawang ujan” juga nggak papa, pokoknya terserah. Samping kanan ada aa’ ndasmu njungkel, samping kiri ada aa’ pawang ujan. Oke fine. Saya sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi selama beberapa bulan kedepan.

Percayalah, kos saya tidak lebih baik dari penjara eksklusif di rutan sukamiskin. Sepersekian detik bahkan saya berfikir lebih nyaman di penjara daripada di kos-kosan. Tapi sepersekian detik kemudian saya berfikir jika saya di penjara pasti saya tidak bisa melanjutkan kuliah. Akhirnya saya memilih hidup di kos-kosan.

Tadi malam sekitar pukul 23.30 WIB ada teteh-teteh pakai krudung putih ngintip dari samping jendela kamar. Kabarnya sih teteh bandung cantik-cantik. Tapi yang ini kok wajahnya agak aneh ya. Pakai krudung putih, lagian ngapain juga krudungnya di kucir. Aneh banget. Lalu saya lihatin lagi, tapi dia sudah nggak ada. Mungkin dia malu. Saya pun juga malu sih kalau di lihatin terus.

Paginya, matahari di angkat dari tempatnya pukul 06.00 WIB ( waktu indonesia bandung ). Mataharinya masih hangat, tapi tidak bisa langsung di santap. Masa orientasi pun siap dimulai. Setelah selesai melakukan ice bucket challenge, saya pun dengan sigap memakai pakaian khas mahasiswa baru, hitam putih. Dengan berjalan kaki, saya pun berangkat ke kampus dengan riang gembira. Ingin sekali aku berjalan sambil melompat-lompat, tapi tidak saya lakukan karena saya malu. Sambil sesekali melihat chat whatsapp di hp, “pak, bakal balik ke mudaba enggak ?”, “pak kok nggak pamitane”, dan lain-lain, dan sejenisnya.

Entah selama ratusan hari kedepan, entah menjadi orang seperti apa aku ini, aku pun belum bisa membayangkan. “12 purnama akan ku lalui, semoga nona sudi menunggu hingga aku kembali”. itu adalah gaya tulisan Wijang Pulung meniru AADC yang pasaran itu. Tai lah.

Akhirnya langkah saya pun telah sampai di gedung sekolah pasca sarjana lantai 5, Universitas Pendidikan Indonesia. ( UFI ).

Bersambung…

Rabu, 01 Agustus 2018

Bantul Ndung.

Bantul ndung. Tenang saja. Hidup hanyalah tentang cara menyikapi suasana ke suasana tanpa harus kehilangan semangat. Mutiara selatan datang dari sebelah timur menuju ke barat. Di tiket tertulis gerbong nomor 3 kursi 4A. saya bersama saya sendiri masuk melalui pintu bagian belakang. Tak ada yang menarik, semua berjalan sewajarnya. Kurang lebih 8 jam perjalanan dari Jogja ke bandung. Di pagi hari pukul 08.33 wib seharusnya kita sudah sampai. Tapi karena rel kereta apinya macet, menjadi molor sampai jam 9.00 wib. Di tengah kemoloran itu saya pun kebelet eek.

Eek sambil naik kereta tidak enak. Tadi saya kepleset satu kali saat jongkok. Engkel kaki saya ketekuk. Tapi saya diem aja. Pura-pura tidak ada yang melihat. Kenyataanya memang tidak ada yang melihat. Engkel terasa sakit, tapi tetap pura-pura semua baik-baik saja setelah kembali ke tempat duduk. “kakinya kenapa mas ? kok jalanya pincang-pincang ? “ Enggak bu nggak papa. Ingin sekali aku menjawab “kepleset waktu eek bangsat”.

Eek di kereta enggak enak. Saya selalu gagal memasukan tai kedalam lubang sasaran. Selalu meleset. Karena goncangan yang tidak bisa diprediksi, karena saya tidak tau kereta akan belok kanan atau kiri. Lalu saya harus membersihkan sisa-sisa tai yang menempel di kloset karena tidak tepat sasaran. Akhirnya saya berhasil menghilangkan jejak. Tai lah tai.

Menyamnbut pagi yang lapar, disamping stasiun ada warung makan khas sunda dengan bakwan gorengnya. Pak, bakwannya satu berapa ? “??????”. bakwan a’ bakwan. “ohhh, bala-bala ?” bakwan a’ ! “ini namanya bala-bala dek”. Sialan ngotot juga nih bapak. Udah saya benerin tetep aja ngotot. “Naon teh bakwan ?”. apaan teh di campur bakwan. Saya nggak pesen teh bakwan pak !.

Blunder terbesar ketika pergi ke Bandung adalah tidak membawa selimut. Saya terlalu meremehkan iklim bandung. For your information, di Bandung, Ice bucket challenge dirayakan setiap pagi dan sore. Alias mandi ! Kalau di mas kobis air es harganya seribu, di Bandung, air es gratis, satu bak mandi. Saya langsung dengan cepatnya mencari kos-kosan agar langsung bisa leha-leha sekalian istirahat. mas, saya fauzan mas, perkenalkan. “Oh Fauzan, dari Medan ya ?”. Medan ndasmu njungkel, kata saya lirih. “naon a’ ndasmu njungkel ? lalu saya memberi contoh bagaimana ndas njungkel. “ oh, kepala kebalik ?” nah iya. Itu ndasmu njungkel. Saya dari Jogja mas, bisa-bisanya dikira dari Medan. Apa kah wajahku ini seperti boris bokir ?


Bersambung…