Beberapa hari menjelang hari pembantaian kambing dan sapi secara besar-besaran, saya pun berusaha mewawancarai sapi yang tanggal kematiannya sudah ditentukan oleh manusia.
Hay sapi, apa kabar ?
“moooooooh”
Bagaimana perasaan anda menjelang hari kematian anda ?
“emoooooooh”
Ayolah jangan emoh-emoh terus. Beri saya penjelasan yang detail mengenai perasaan anda saat ini.
Lalu sapi pun memulai perkuliahan hari ini dengan pertanyaan,
“pernah nggak sih kalian hidup hanya untuk mati ?” sepersekian detik saya merenung.
Ditengah renungan saya, dia kembali menghentak dengan pertanyaan kedua,
“pernah nggak sih kalian membayangkan perasaan saya sebagai suami, melihat susu bojo saya di remas-remas oleh laki-laki lain ?”
Saya kembali merenung. Sialan. Kenapa saya jadi merasa bersalah begini.
“Sesungguhnya setiap hari kalian telah meminum susu bojoku, kalian telah melakukan sexual harassment kepada bojoku, tapi kami tidak pernah mengadu kepada siapapun. Jika itu di pidanakan, kalian sudah pasti terkena pasal pelecehan seksual dengan hukuman seumur hidup karena melakukanya secara ber ulang-ulang. Itu dosa kalian yang pertama. Dosa kalian yang kedua, kalian membunuh bapak ibu sapi tanpa memikirkan perkembangan psikologi anak sapi. Semua sapi di dunia ini adalah yatim piatu, hidup tanpa bimbingan orang tua, tapi mereka tidak pernah keluar malam, melakukan klitih dan tidak pernah mabok-mabokan. Padahal mereka bisa saja mengonsumsi jamur di tai nya sendiri untuk merasakan sensasi nge-fly, tapi tidak dia lakukan karena mereka tau apapun yang memabukan adalah haram. Apakah kalian pernah berfikir sampai sejauh itu tentang sapi ?”
Saya tidak bisa menyanggah argument sapi yang memiliki kebenaran mutlak tersebut. Oke dosen sapi, anda benar-benar membuka cakrawala saya. kini wawasan saya jauh lebih terbuka setelah mendengar pendapat anda.
Pertanyaan saya yang berikutnya, bagaimana anda bisa hidup tanpa HP, tanpa paketan, dan tanpa pakaian ? lalu apa yang anda rasakan menjadi sapi Idul Adha ?
“saya bisa hidup puluhan tahun tanpa hal-hal tersebut. Menurut saya hal-hal tersebut tidak penting. Coba lihatlah kakek nenek kalian, mereka tetap bisa bertahan hidup tanpa HP dan koneksi internet. Yang membedakan hanyalah mereka pakai pakaian dan saya tidak memakai pakaian. Tak masalah orang-orang melihat tubuh saya telanjang di dalam kandang. Berlumuran tanah, berlumuran debu, asal masih bisa berdiri dan masih bisa mengunyah makanan yang disediakan, semua akan tetap baik-baik saja.
Sejujurnya saya tidak punya agama, karena saya dibesarkan tanpa ayah dan ibu, karena mereka selalu disembelih terlebih dahulu sebelum saya menginjak usia dewasa, saya tidak solat, saya tidak ke gereja, saya tidak ke kuil, dan saya tidak pernah beribadah. Tapi saya percaya dengan Tuhan. Saya tidak pernah menghina Tuhan, saya selalu berterimakasih kepada Tuhan karena memberikan tubuh yang sempurna, tak kedinginan jika malam hari, dan tak kepanasan jika siang hari. Saya tak pernah bingung besok di sembelih atau tidak, besok masih hidup atau mati, saya tidak pernah menanyakan hal itu ke Tuhan. Tuhan sudah mengatur jalan hidup setiap-setiap makhluknya.
Saya heran kenapa masih ada makhluk yang bunuh diri, khususnya manusia, padahal tinggal di tunggu pun kita juga bakalan mati. Hidup hanyalah tentang menunggu antrian mati, kenapa sih harus menyerobot antrian dengan cara bunuh diri. Mungkin orang-orang yang nyerobot antrian mati lewat bunuh diri ini semasa hidup di dunia juga suka nyerobot antrian di atm, di pom bensin, dan antrian-antrian yang lain. Saya pun siap mati kapan saja, dimana saja, tapi bukan dengan cara menyerobot antrian lewat bunuh diri, tapi lebih ke menyerahkan diri, seperti Gold.D.Roger.
Ada sapi yang menjadi sapi perah, ada yang menjadi sapi pembajak sawah, dan sapi khusus idul Adha seperti saya ini. Begitupun manusia, ada yang menjadi presiden, ada yang menjadi dokter, ada yang menjadi guru, ada yang menjadi artis. Jika sudah banyak makhluk yang seperti itu, biarlah saya tetap menjadi sapi idul Adha seperti ini. Bukan soal tampil beda, tapi agar keseimbangan peran tetap terjaga. Kalau semua sapi di dunia ini ingin menjadi sapi peliharaan yang disayang-sayang, lalu siapa yang berperan menjadi sapi idul Adha untuk di sembelih ? bukankah itu peran yang harus saya jalankan ?”
Sialan. 2-0. argument sapi yang kedua ini juga memiliki kebenaran absolut. Tidak bisa saya sanggah. Benar-benar pengalaman yang berharga bisa ngobrol secara langsung dengan sapi idul Adha.
Pertanyaan saya yang terakhir untuk dosen sapi, dan mungkin ini yang paling penting, adakah pesan yang ingin anda sampaiakan kepada sapi lain atau kepada manusia ?
“Untuk para sapi-sapi pemberani yang tak pernah takut mati, walau golok raksasa mengancamu sewaktu-waktu. kita adalah golongan sapi-sapi yang sudah dijamin masuk surga. jangan bersedih hati karena kehidupan di dunia hanyalah sementara, kehidupan di surga kekal. semoga di surga kita bisa menyembelih manusia sesuka hati. Wahai manusia, Sesuap daging sapi tak terlalu beresiko, itu tak berbahaya. Takut meninggal karena darah tinggi ? alah, omong kosong. Andai setiap idul adha kalian melewati ancaman pembunuhan, kau akan merasakan apa yang kami rasakan. Kami pun berkeluarga, beranak pinak dan sejahtera. Kami harus melahirkan anak sapi dari perut ibu yang bergizi. Agar kelak bisa menjadi sapi yang gagah berani, syukur-syukur bisa kuliah di luar negeri.
Kenapa kau bisa semudah itu membunuh keluarga kami ? apa kau Tuhan ? bisa semena-mena berkehendak menentukan siapa yang akan mati hari ini. waktu bayi naluri membunuhmu masih tumpul. Semakin dewasa kau di ajarkan menjadi pembunuh yang ulung. Seolah-olah tindakan pembunuhan sapi adalah hal yang wajar. Setelah kau bunuh pun, terkadang masih sering kau patahkan buntut kami untuk kau jadikan sop.
Sejujurnya, kami tidak takut. Kami adalah pemberani, hari Minggu kau jadikan ayahku tongseng, Seninnya kau jadikan ibuku gule . Hari Selasa ku tantang kau sendiri. Tanpa ayah, tanpa ibu. Akhirnya hari Selasa aku pun menjadi sate. Mati dengan gagah berani, mati di telapak tangan sang tukang jagal. Sambil di iringi kalimat takbir. Walau besok hari selasa aku akan mati, teman-temanku akan selalu hadir kembali, selalu ada, selalu nyata, dan berlipat ganda.
Lebih baik mati dibunuh manusia daripada mati dibunuh teman sendiri. Kami sesama sapi memiliki jiwa peri kesapian, sesama sapi tak akan pernah salling membunuh. Kalau manusia ? ah memang luar biasa makhluk yang satu ini. jangankan sapi, semua hewan aja dibunuh. Belum pernah kulihat ayam membunuh ayam, kambing membunuh kambing, sapi membunuh sapi."
"Kalau manusia membunuh manusia ?"
x