Minggu, 20 Agustus 2017

Republic of Mosquito

Untuk para jiwa-jiwa pemberani yang tak pernah takut mati, walau telapak tangan raksasa mengancamu sewaktu-waktu. Sesuap nasi tak terlalu beresiko, itu tak berbahaya. Andai setiap membeli beras kau harus melewati ancaman pembunuhan, kau akan merasakan apa yang kami rasakan.
Sehari tidak menghisap darah kami bisa mati. Kami nyamuk, itu makanan pokok kami, jangan diperdebatkan. Nggak bisa kamu ganti menjadi sirup atau jus jambu. Kami pun berkeluarga, beranak pinak dan sejahtera. Kami harus melahirkan anak nyamuk dari perut ibu yang bergizi. Agar kelak bisa menjadi pejuang darah yang gagah berani, yang tidak mudah mati jika disemprot atau dipukul menggunakan jari.
Kenapa kau bisa semudah itu membunuh keluarga kami ? apa kau Tuhan ? bisa semena-mena berkehendak menentukan siapa yang akan mati hari ini. waktu bayi naluri membunuhmu masih tumpul. Semakin dewasa kau di ajarkan menjadi pembunuh yang ulung. Seolah-olah tindakan pembunuhan nyamuk adalah hal yang wajar. Setelah kau bunuh pun, terkadang masih sering kau patahkan kaki kami untuk menakut-nakuti pejuang kami yang lain.
Sejujurnya, kami tidak takut. Kami adalah pemberani, kemarin rabu kau bunuh ayahku, kamisnya kau bunuh ibuku. Hari jumat ku tantang kau sendiri. Tanpa ayah, tanpa ibu. Akhirnya hari jumat aku pun mati. Mati dengan gagah berani, mati di telapak tangan sang ilahi. Walau hari ini aku mati, teman-temanku akan selalu hadir kembali, selalu ada, selalu nyata, dan berlipat ganda.
Lebih baik mati dibunuh manusia daripada mati dibunuh teman sendiri. Kami sesama nyamuk memiliki jiwa prikenyamukan, sesama nyamuk tak akan pernah salling membunuh. Kalau manusia ? ah memang luar biasa makhluk yang satu ini. jangankan nyamuk, semua hewan aja dibunuh. Belum pernah kulihat ayam mbunuh ayam, kucing mbunuh kucing, nyamuk mbunuh nyamuk.

Kalau manusia mbunuh manusia ?

Sabtu, 19 Agustus 2017

Puisi

Enak jadi tukang parkir di pantai Indrayanti,
Pagi-pagi udah ada di pantai
Piknik teruus !
Jadi gajah di kebun binatang juga enak,
Setiap hari tamasya ke Taman Safari Indonesia
Piknik Teruus !
Jadi penjaga warnet juga enak,
Sewaktu-waktu bisa ngenet
Dan ndownload film/game sepuasnya.
On line teruus !
Enak juga jadi cleaning servis di mall
Setiap hari kerja di mall
Nge mall teruus !
Enak juga jadi penjaga pintu bioskop,
Selalu tau tentang film-film terbaru
Nonton teruus !
Enak juga jadi barista,
Tiap hari pergi ke cafe
Nongkrong teruus !

Ah enaknya, aku ingin jadi semua.



Sabtu, 12 Agustus 2017

Jika Aku Menjadi

Enak enggak sih ngebayangin menjadi sesutu yang lain ? ya nggak taulah, saya kan egois. Maunya dimengerti, tapi nggak mau mengerti. Tapi sekarang saya mau mencoba untuk menjadi sesuatu yang lain. Mencoba mencari sudut pandang lain, dari berbagai hal yang ada di dunia ini. Dan-Dan kemaren sore saya pulang dari kampus melewati ring road bagian selatan. Di perempatan saya melihat sesosok laki-laki atau perempuan, embuh lah ra ngerti, sedang duduk bersandar di tiang lampu. Dia membawa es teh dan sedang berteriak-teriak nggak karuan. Oh siapa dia ? oh jelas dia adalah orang gila. Kenapa dia teriak-teriak ? apa dia sangat bahagia ? ya, saya juga nggak tau. sejak saat itu saya merenung gimana sih rasanya jadi orang gila , gimana sih pola pikir orang gila ? dan bagaimana sih sudut pandang orang gila ? dan mungkin kira-kira akan seperti ini :
“ haii, saya orang gila, saya suka jalan jalan sendirian. Saya nggak punya teman, setiap orang yang saya deketi pasti lari ketakutan. Saya bisa hidup tanpa HP, saya bisa hidup tanpa paketan, saya bisa hidup tanpa TV, saya bisa hidup tanpa rumah, saya bisa hidup tanpa pakaian, dan saya bisa hidup tanpa agama. Soal umur , usia saya bisa di adu dengan anak-anak remaja yang bunuh diri atau ketabrak kereta api saat selfie. Saya punya opsi mati, tapi saya tidak pernah memilih untuk mati. Tak masalah orang-orang melihat tubuh saya telanjang, dijalanan, berlumuran debu, asal terus melangkah, asal terus percaya di depan masih ada sisa makanan di tong sampah, saya akan tetap melangkah. Saya tidak punya agama, saya tidak solat, saya tidak ke gereja, saya tidak ke kuil, dan saya tidak pernah beribadah. Tapi saya percaya tuhan. Saya tidak pernah menghina tuhan, saya selalu berterimakasih kepada tuhan, karena memberikan tubuh yang sempurna, tak kedinginan jika malam hari, dan tak kepanasan jika siang hari. Saya tak pernah bingung tentang hari esok, saya tak pernah takut dengan hari esok. Besok makan apa, besok dapet apa, besok masih hidup atau mati, saya tak pernah menanyakan hal itu ke tuhan. Karena menanyakan hal itu ke tuhan berarti saya telah menghina tuhan. Tuhan sudah mengatur jalan setiap-setiap manusia. Jangan pernah kasihan melihat saya, justru saya yang kasihan melihat anda. Bagaimana bisa ada manusia stres cuman gara-gara uang. Padahal saya hidup sampai sekusut ini pun masih tetap hidup walau tanpa uang. Uang? Untuk apa uang ? beli baju ? beli beli tas ? beli hp ? gengsi ? beli makan ? makan nggak perlu uang. Di tong sampah masih banyak yang bisa di makan. No problem. Kata siapa itu sumber penyakit, kenyataanya saya masih sehat sampai sekarang. Saya masih bisa berjalan, saya masih bisa bernyanyi, saya masih bisa berteriak-teriak sesuka hati. Dan bahkan saya tak pernah merasa kedinginan maupun kepanasan. Saya heran dengan orang jaman sekarang, putus cinta lalu galau, sedih, bahkan ada yang bunuh diri. Emang kenapa kalau buya hamka bilang kalau hidup jangan sekedar hidup ? saya hidup memang sekedar hidup, tapi saya tak pernah merugikan orang lain. Mungkin cuman kencing dan eek sembarangan. Saya sendiri, saya kuat, saya tak membutuhkan orang lain dalam melakukan apapaun. Saya tak butuh siapapun. Saya bisa menjalani hidup ini sendiri. Benar-benar sendiri. Saya siap mati dimana saja, saya siap mati kapan saja, tapi saya tak pernah bunuh diri. Ada orang yang menjadi presiden, ada yang menjadi dokter, ada yang menjadi dosen, ada yang menjadi guru, ada yang menjadi artis. Jika banyak orang sudah begitu, biarlah saya tetap gila seperti ini. bukan soal tampil beda, tapi agar keseimbangan peran tetap terjaga. Kalau semua manusia di dunia ini waras, siapa yang berperan jadi orang gila ? bukankah itu peran yang harus saya jalankan ? ”
Ya kira-kira begitulah mungkin makna teriakan-teriakan orang gila kemaren sore. Wah hebat, ternyata saya bisa tafsir teriakan, saya bisa memahami bahasa orang gila. Salut buat saya sendiri. Tapi sebenarnya peran yang paling membahagiakan di dunia ini bukanlah menjadi orang gila. Tapi menjadi kucing. Kenapa kucing ? karena tinggal ngusap-ngusap bokong ke kaki majikan, langsung di kasih makan. Eh saya mempraktekan mengusap-usap bokong ke kaki ibunda, langsung di gajul. Lebih enakan juga menjadi kucingnya raditya dika, punya kamar sendiri, punya kasur sendiri, dan punya jodoh sendiri ! edan. kalau menjadi kucing kampung sih tinggal di kasih ikan asin pasti seneng banget. Padahal ikan asin nya punya lesung pipi. Eh ternyata ikan manis. Tapi juga sebenarnya peran yang paling kasihan di dunia ini adalah menjadi cacing. Dia selalu tidur di tanah, kadang bersebelahan dengan bangkai manusia dan bangkai-bangkai yang lain. Belum lagi kalau cacingnya melahirkan. Ada cacing keluar dari perut cacing, eh ternyata cacingnya cacingan. Pantesan nggak doyan makan. Hm. Tapi selain yang hidup di tanah, ada juga peran yang kasihan hidup di udara, yaitu menjadi nyamuk. Kenapa nyamuk ? karena nyamuk terbang sendirian. kalau berdua pasti pacaran, kalau bertiga pasti... pasti yang berdua pacaran yang ketiganya jadi setan. Atau jadi obat nyamuk ? ya kalau jadi obat nyamuk sih ketiga-tiganya pasti mati. Ah udah ah, gara-gara  “jika aku menjadi”  aku menjadi gila. Jangan-jangan yang duduk di perempatan kemaren sore sambil bawa es teh sambil teriak-teriak adalah.... cacing ? atau kucing ?


 yaa, bisa jadi.