Jumat, 19 Mei 2017

Patah Hati

Setiap manusia memiliki hati, dan setiap hati pasti bisa patah. Hari ini saya akan menceritakan tentang beberapa patah hati terdahsyat yang pernah saya alami. Patah hati yang membuat hidup saya berantakan, goyah dan larut dalam kesedihan. Patah hati yang membuat saya paham apa arti patah hati dan saya bisa mengambil pelajaran dari kisah patah hati.
Ada beberapa patah yang masih saya ingat sampai hari ini. Semakin saya mencoba untuk melupakan justru bayang-bayang kenangan semakin nyata. Hari ini saya akan memberanikan diri menceritakan kisah patah hati terhebat yang pernah ada.
Semua berawal dari suatu pagi. Pagi itu keadaan biasa-biasa aja. Burung masih asik bernyanyi nyamuk demam berdarah masih liar berterbangan dan cicak masih nempel di tembok. Pagi itu semua manusia lapar dan ingin sarapan. Termasuk saya. Setelah mengantar erin saya pergi ke suatu tempat yang ada meja dan kursinya. Yang ada tendanya. Yang ada gelasnya, yang ada mangkoknya, yang ada kecapnya, yang ada sendok garpunya, yang ada mas-mas berdiri sedang nyiduki sebuah bubur ke mangkok. Itulah warung bubur ayam. Saya membeli satu , saya bungkus dengan plastik agar lebih mudah dibawa. Kalau saya pegang pakai tangan nanti buburnya tumpah-tumpah dan sudah dingin sampai di rumah. Saya pulang dengan rianag gembira sambil nyanyi-nyanyi dijalan. Siapapun yang lewat jalan raya saya sapa karena saya sedang bahagia. Tetapi tidak satupun yang membalas sapaan hangat itu.
Sesampainya dirumah bubur langsung saya ambil dan saya tumplakan ke mangkok. Saya makan dengan lahap sambil melihat sekeliling apakah ada tikus yang kepengen. Tiba-tiba bubur langsung habis, saya terkejut. Siapa yang menghabiskan bubur ini ? lalu saya berkaca dan melihat bekas bubur di mulut. Ternyata yang menghabiskan adalah saya sendiri. Sambil mengelap gabres di mulut, saya berjalan menuju tempat minum. Selagi saya masih berjalan , saya melihat plastik putih tergeletak di meja makan. Lalu saya bukak. Dan seketika itu juga saya berteriak astaghfiruloh sangat keras. Saya langsung tak bisa berkata-kata. Ternyata krupuk di dalam plastik belum saya makan. Dan bubur sudah terlanjur habis. Seketika itu juga saya menangis keras sekali. Tikus di belakang lemari tertawa terbahak-bahak. Cicak pun juga tertawa tapi ditahan karena takut nanti saya marah di kemudian hari. Saat itu saya merasakan patah hati terdahsyat selama hidup saya. Kenapa ya allah, kenapa semua ini harus terjadi pada hambamu ini. Hamba yang selalu menyembahmu, hamba yang kadang-kadang taat beribadah, kenapa ya allah, Kau memberikan cobaan seberat ini.
Beberapa hari setelah kejadian itu saya jadi nggak mau makan. Nggak mau makan bubur. Kalau yang lain masih mau makan. Makan banyak sekali. Beberapa hari berlalu dan saya masih belum bisa melupakan kenangan kelam itu. Kenangan yang membuat saya ditertawakan tikus dan cicak, kenangan yang membuat hati saya pecah berkeping-keping tidak karuan. Kerupuk yang seharusnya dilahap dengan bubur ayam bisa-bisanya terlupakan dan tidak termakan. Semakin mengingat hati saya semakin sakit. Butuh beberapa bulan untuk menyembuhkan luka di hati. Dan akhirnya saya berhasil melupakan bubur ayam seutuhnya. Dan akhirnya setelah kejadian itu saya tidak pernah lupa menuangkan kerupuk di atas bubur ayam.
Beberapa hari setelahnya, setelah saya berdamai dengan masa lalu saya yang kelam bersama bubur ayam, saya mencoba merajut harapan baru bersama indomi goreng. Dulu kami pernah dekat, tapi semenjak ada bubur ayam, dengan terpaksa saya mejauh dari indomi goreng. Tapi di suatu malam indomi goreng kembali merayu dan saya tak kuasa menolak aroma indomi goreng. Akhirnya saya memasak dan memakanya dengan lahap di malam itu. Setelah saya menghabiskan indomi goreng dan menjilati piring, saya berjalan menuju tempat peminuman. Disaat melakukan perjalanan menuju tempat peminuman, saya melihat bawang indomi goreng yang lupa saya taburkan di atas indomi goreng yang sudah matang. Seketika itu saya berteriak sangat keras. Saya menangis terbahak-bahak sambil nglesot-nglesot di tanah. Ekspetasi saya yang tinggi dengan melihat bawang goreng tersaji di atas indomi goreng sirna sudah. Blunder sudah terjadi. Sedih kembali melanda, semacam mengalami patah hati kedua, tapi saya sudah tidak bisa berkata-kata. Kekecewaan yang mendalam sudah merasuk kedalam tubuh ini. Susah tidur melanda gara-gara bawang indomi goreng. Tapi setelah patah hati dengan bubur ayam saya sudah cukup bisa mengolah hati dengan benar. Akhirnya saya sudah tidak terlalu galau dengan indomi goreng.
Saya pernah patah hati dengan teh lupa gula, dengan kulit ayam goreng yang jatuh ke tanah, dengan pinggiran tempe goreng yang di curi tikus, dan dengan goodday mocacino tanpa coco grandule. Tetapi tak ada patah hati yang lebih hebat dari bubur ayam dan bawang indomi goreng. Semakin patah semakin kuat. Cuman hati yang bisa begini.


Senin, 08 Mei 2017

Patimura Open Mic

                                                       

“ Halo, selamat malam. Perkenalkan nama saya patimura. Hari ini saya dikerjai sama manusia, nggak tau namanya siapa, tapi tiba-tiba saya di untel-untel dan dibentuk sedemikian rupa dan tiba-tiba saya jadi terlihat seperti memegang mic. Sebelum memberanikan diri open mic saya adalah penyanyi. Dan sebelum jadi penyanyi saya adalah mc dangdut. Dan sebelum menjadi mc dangdut saya adalah pejuang bangsa indonesia !
Apakah kalian tau saya ? saya adalah patimura, ( atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan nama kapitan patimura, adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia ! ( sumber : wikipedia ). Tapi sekarang saya dikenal karena nempel di uang seribu. Ironis sekali. Sebagai uang, saya sering sekali di sia-siakan.
Saya tidak pernah ditemukan di bank, atm, atau di dompet cewek-cewek matre. Saya sering dijumpai di kantong saku tukang parkir, dempet anak kost, di kotak amal, kotak sumbangan, dan juga di kotak kumuh tempat membayar wc umum. Mungkin uang bergambar antasari dan imam bonjol sependapat dengan saya. Mereka adalah dua sahabat saya sejak saya dilahirkan. Kami tau kami siapa dan kami cukup tau diri untuk tidak berteman dengan uang bergambar sukarno&hatta dan i gusti ngurah rai.
Tapi kami bahagia sebagai uang receh, kami lebih sering berkunjung ke masjid, mushola dan kotak-kotak sumbangan dibandingan sukarno-hatta dan ngurah rai. Kami juga senang hidup bersama tukang parkir, kernet bis kota, dan ibu-ibu tua penjual sayur mayur di pasar. Mereka sangat menghargai kami, selembar demi selembar mereka rapikan baju kami yang kumuh, dan kadang kami dletakan di tempat yang layak. Kami merasa dihargai di tangan mereka , dan mereka masih mau menambal kami dengan solasi walau tubuh kami hancur sobek berkeping-keping. Terkadang wajah kami dicoret untuk lucu-lucuan anak alay, tubuh kami di kasih nomer telepon, dan kadang nomer telepon tersebut dikasih nama cewek cantik. Terkadang di dalam dompet sebuah cowok alay, kami juga melihat ada foto cewek yang diletakan berbeda ruang dengan kami. Ingin sekali kami merayu cewek itu tapi kami takut terkena hukuman masuk ke lubang kotak infaq yang gelap. Ya begitulah.

Melalui ini saya mau mengucapkan terimakasih untuk orang-orang lecil yang tidak sombong, yang masih mau merawat kami dengan baik. Dan untuk sokarno-hatta dan ngurah rai, sapalah kami sesekali karena kami juga ingin berteman dengan kalian. Sekian dari patimura , wasalamualaikum warohmatulohi wabarakatu ”