Sabtu, 30 Desember 2017

Cerdas Upgredable


Hari ini, saya telah sampai di sebuah titik pertanyaan,

"Apakah kecerdasan itu bisa ditingkatkan ? 

Atau bawaan dari lahir ?".

Lalu saya mencoba mencari jawaban di google dan ternyata hanya jawaban diplomatis yang saya temukan. Ada yang bilang bisa, ada yang bilang tidak. Lalu saya kembali berfikir, jika kecerdasan tidak bisa ditingkatkan, berarti pintar dan bodoh memang sudah di ciptakan oleh Tuhan sejak kita dilahirkan. Dan jika memang begitu adanya, jadi kita-kita ini yang "cerdas", seharusnya memaklumi dengan kebodohan mereka, harus menerima kebodohan mereka dengan bijaksana. Jangan di gunjing apa lagi dihakimi menurut persepsi orang cerdas. Mereka akan marah jika di seperti itukan. 

Lalu bagaimana cara membedakan yg cerdas dan yang kurang ? Yang kuliah di UGM cerdas, yang bukan UGM tidak cerdas ? Menurut saya juga bukan begitu. Pasti kalian pernah melakukan tes kecerdasan sewaktu SMP ataupun SMA. Dan disitu menunjukan angka. Jika anda sudah tau skor nya, seharusnya anda sudah bisa berintropeksi. Segeralah ber intropeksi dan terima sajalah bahwa teori "cerdas bawaan dari lahir" itu nyata.

Lalu, bagaimana jika teori itu salah. Bagaimana jika kecerdasan itu bisa di upgrade dan ditingkatkan ? Bukankah itu mengaggumkan ? Jika kita melihat orang bodoh di sekitar kita, kita tidak bisa berpendapat bahwa mereka memang dilahirkan untuk menjadi orang bodoh, tapi kita bisa berpendapat, sepertinya saya bisa mengupgrade kecerdasan nya agar tak bodoh bodoh amat. Dari segi perilaku, dari segi sikap, saya bisa memperbaikinya.

 Saya berifkir, dari otak saya yang paling dalam, saya berfikir bahwa kecerdasan itu bisa ditingkatkan. dengan begitu, satu persatu orang cerdas mulai menyebarkan virus cerdasnya ke orang orang yang terlihat bodoh itu, yang terlihat bodoh di medsos itu, lalu silahkan nyinyirilah dengan bijak, yang bisa menimbulkan efek "oh iya, bener juga ya kata mas nya", dan lambat laun dunia per medsos san di indonesia di kuasai oleh orang cerdas, bukan orang alay.

 Lalu suatu saat, akan ada masa dimana medsos penuh dengan orang toleran, dan saling menghargai pendapat orang lain, dan berperilaku sebagaimana nilai nilai yang terkandung dalam pancasila. Lalu lambat laun masyarakat mulai menyalahkan dirinya sendiri, bukan melulu menyalahkan pemerintah, dan mulai bersama sama membangun Indonesia ke arah yang lebih baik. 

Mulai membuang sampah pada tempatnya, karena mereka sadar membuang sampah sembarangan bisa membuat kali mampet dan banjir, mulai berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah, karena mereka sadar nylonong bisa menyebabkan kecelakaan. mulai menghentikan motor/ mobil di belakang zebra cross, karena mereka sadar itu adalah jalan untuk pejalan kaki saat menyebrang. mulai tidak njamping njamping di trotoar di saat macet, karena mereka sadar bahwa trotoar itu untuk pejalan kaki bukan untuk njamping njamping menghindari kemacetan. dan mulai sadar bahwa naik mobil dan masuk ke jalur motor di saat ring road sedang macet itu adalah sebuah kesalahan.

jika nanti, ditahun yang baru ini, manusia sudah banyak yang intropeksi , Bukankah itu fantastis ? 

Rabu, 06 Desember 2017

Jangan Menyerah (2)

Sekarang saya lagi berdiri di depan stadion milik salah satu universitas di Yogyakarta. Sambil minum Goodday funtastic moccacino. Iya, minumnya sambil berdiri, biar kayak orang bule. Lagi lagi saya di suguhkan pemandangan seperti yang terlihat. Tujuan saya menulis seperti ini adalah untuk pencitraan semata, agar terlihat seperti orang baik. Padahal kenyataanya, saya adalah pembunuh nyamuk dan tikus paling brutal sepanjang sejarah didirikanya rumah sedayu. Nyawa nyamuk dan tikus saja saya habisi tanpa segan, apalagi cuman nyawa manusia.

Tapi kali ini agak berbeda. Ketika saya sedang asik asik nya naik motor, tiba tiba ada pemandangan nenek tua jual rambutan di pinggir jalan. Lalu saya pura pura nggak lihat. Lalu tiba-tiba ada yang berbisik keras, " Heh nyuk, kae ki yo makhluk-Ku, gekndang tulungono". Lalu saya tengok kanan kiri belakang depan, dan tidak ada orang. Ternyata yang barusan adalah suara bisikan Tuhan. Lalu saya jawab, "Ayolaah Han, kenapa harus saya lagi, saya ini udah kebablasen sekitar 50 meter lo, dan apalagi disana juga ada dosen sliwar sliwer, ada juga mahasiswa calon pemakai slempang cumlaude juga sliwer sliwer, kenapa harus saya yang dibisiki". Lalu Tuhan menjawab, "saya hanya bisa berbisik ke hati manusia yang terbuka".

Aggghh. Lalu dengan sebal saya terpaksa putar balik dan membeli rambutan itu. Harganya lima ribu. Saya beli satu. Satu truk. Ya enggak lah. Cuman satu kardus. Ya enggak juga. Cuman satu iket. Harganya lima ribu. Lalu saya begegas pulang karena saya nggak tahan sama hawa panas di sekitar jalan aspal. Lalu tiba-tiba simbah wedok itu nyletuk, "matur nuwun nggih den". Ah gua dipanggil den. "What ? Den ? Apaan sih den ? Den den mushi ? Gua kagak ngerti yang elu katain mbok ! Udah lah nggak usah sok baik gitu", kata saya dalam hati. Tapi yang terucap dari mulut saya "enjih mbah. Sami-sami". Ah. Gimana sih aku ini. Kata hati sama kata mulut nggak pernah singkron. Emang kampret aku ini. Tapi akhirnya saya tinggalkan simbah itu dengan wajah senang. Oh iya. Pesan saya cuman satu, tetap berjualan kayak gitu juga nggak papa mbah. Yang penting jangan ngemis. Udah itu aja.