Siang itu cuaca sangat cerah, biasanya juga kayak gitu. Karena
sekarang musim kemarau. Hari Kamis, pukul 11.30. saya selesai mandi, pakai baju
bagus. Pakai sarung, siap berangkat jumatan. Sudah sampai di masjid, masjidnya
sepi. Ternyata hari itu hari kamis. Saya pulang lagi. Kecurigaan saya tentang
sepinya recent udpate BBM terjawab
sudah. Saya melanjutkan tidur di hari kamis yang kurang dramatis.
Siang itu cuaca sangat cerah, biasanya juga kayak gitu.
Karena sekarang musim kemarau. Hari Jumat, pukul 11.30. saya selesai mandi,
pakai baju bagus. Pakai sarung, siap berangkat jumatan. Sudah sampai di masjid,
masjidnya ramai. Alhamdulilah kali ini dramatis. Jumatan selesai, saya pulang.
Ditengah-tengah perjalanan pulang saya merenung sambil
mengendarai motor. Jalanya sepi. Lalu saya klakson-klakson sendiri, biar ramai.
Ada ibu-ibu ngliat. Saya teriakin “apa lu ngliat-ngliat !”, ibu-ibunya diam
aja, karena saya neriakinnya dalam hati. Sambil bermain klakson saya
merenenung, kenapa ibu-ibu tadi tidak jumatan ? kenapa yang jumatan hanya kaum
laki-laki. Kenapa perempuan tidak ? ini tidak adil. Enak sekali jadi perempuan,
belum pernah ngerasain jumatan salah hari. Ini semua harus tercoba terbalik.
Saya mulai mencoba jadi perempuan. Saya mencoba minum
kiranti, mencoba pakai softek, lalu menunduk sambil megangin dada biar nggak
keliatan belahan. Oh ternyata rasanya kayak gini, gumamku. Ternyata rasanya
biasa aja.
Masih setelah jumatan, setelah mencoba ketiga hal
tersebut, saya disuruh beli gas oleh ibuk. Nahkan, mesti yang bagian
angkut-angkut gini diserahkan laki-laki. Ah perempuan bisanya cuman
nyuruh-nyuruh, memanfaatkan kekuatan laki-laki. Menyebalkan, gumamku. Gas sudah
terbeli, 15 kilogram, dengan jarak kurang lebih 50 meter, agak ngos-ngosan.
Masih hari jumat, malam. Pukul 22:10 WIB, mbukak
intsagram, lihat postingan temen yang udah hamil 9 bulan, perute gede banget,
lebih gede dari tabung gas elpiji 15 kg. Lalu hati nurani berkata, “opo yo ora abot mbendino nggawani barang
neng weteng gedene semono nengdi-nengdi”. Akhirnya saya sadar. 15 kg dengan
jarak 50 meter tak sebanding dengan ibu hamil yang bawa “tabung gas” lebih dari
50 meter. Saya nggak mau ada tabung gas di perut saya. Saya nggak mau kemana-mana bawa tabung gas.
Saya nggak mau jadi perempuan. Enak jadi laki-laki. Tamat !